Rabu, 22 April 2009

sampah indonesia stadium IV

Tingkat pencemaran lingkungan akibat pengelolaan sampah di Indonesia, ibarat kanker sudah memasuki stadium IV, hanya mampu diselesaikan dengan amputasi. Kondisi parahnya pengelolaan sampah tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan Sri Bebasari dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus RUU Pengelolaan Sampah, di gedung DPR, Rabu (13/06).

“Ibarat kanker, sampah di Indonesia sudah memasuki stadium IV, harus diamputasi. Secara teknis, sampah di Indonesia harus dikelola dengan mesin pengelola sampah dengan kapasitas satu ton, “ kata Sri Bebasari.

Menurut Sri Bebasari, permasalahan pengelolaan sampah di Bantar Gebang sebenarnya sudah dia ramalkan sepuluh tahun sebelumnya.

“Namun masukan saya dianggap sepi. Ibarat dokter, resep saya diabaikan, justru saran dari dukun – yang murah tapi belum terbukti justru dipakai. Sekarang setelah saran dari dukun gagal, mereka kebinggungan dan minta saya memecahkan masalahnya, “ kata Sri.

Sri menjelaskan harga mesin pengolah sampah tersebut berkisar 1,3 Triliun, dengan biaya operasi yang dibutuhkan sekitar 500 ribu.
“Memang biaya investasi yang diperlukan sangat besar, namun menurut saya langkah tersebut merupakan langkah akhir yang harus kita lakukan, “ tegasnya.

Lebih jauh Sri memaparkan ada lima aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah yaitu aspek hukum, aspek institusi, aspek pendanaan atau aspek ekonomi, aspek sosial-budaya serta aspek teknologi.

“Kelima aspek itu tidak boleh dilepaskan dalam pengelolaan sampah. Aspek teknologinya misalnya harus dilakukan dengan pendekatan 3 R, reduce, reuse, recycle, sementara pendekatan sosial budaya harus memperhatikan adanya langkah-langkah pemberdayaan masyarakat, “ kata Sri.

Kepada pansus RUU Pengelolaan Sampah, Sri yang juga dikenal sebagai pakar di bidang pengelolaan sampah tersebut mengungkapkan impiannya akan adanya Badan Riset Khusus untuk pengelolaan sampah.
“Sebab di beberapa negara lain mereka telah memiliki Badan Riset khusus sampah, “ tambahnya.

nama : kartika R.
kelas : IX-d
No. Absen :20

Label:

wahyuni bin slamet

plastik yang dilakukan Palapa Plastic Recycle Foundation, sebuah lembaga yang dibentuk masyarakat Lhokseumawe untuk mengatasi persoalan sampah plastik, kini mulai dilirik perusahaan pendaur ulang sampah plastik terbesar di dunia. Lembaga ini ditawari kesempatan mengekspor sampah plastik yang telah diolah.
Menurut Chairman Palapa Plastik Recycle Foundation (PPRF) Baharudin Sanian, yayasannya menampung berbagai sampah plastik yang dikumpulkan pemulung. Berbeda dengan agen barang bekas, yayasan ini menurut Baharudin , memberdayakan pemulung dengan cara membantu mereka mengetahui nilai ekonomis sampah plastik. Jika sebelumnya pemulung menyerahkan sampah plastik berbagai jenis dalam bentuk aslinya, yayasan membantu pemulung memisahkan berbagai jenis sampah plastik tersebut sesuai unsur kimianya masing-masing.
"Dengan cara membagi semua jenis sampah plastik menurut unsur kimianya masing-masing, secara langsung membuat harga jual sampah plastik tersebut meningkat. Dulu ketika pemulung menyerahkan sampah plastik dalam bentuk utuh dan berca mpur baur, dihargai oleh agen pengumpul hanya Rp 1000 perkilogram. Tetapi ketika sampah plastik tersebut mulai dibagi dan dikelompokan sesuai unsur kimianya, harganya meningkat berkali lipat," ujar Baharudin.
Dia mencontohkan, satu botol minuman bisa terdiri dari dua jenis sampah plastik yang berbeda, botol dan tutupnya. Ketika keduanya dipisahkan dan digabungkan dengan jenis yang sama, maka harga sampah plastik tersebut bisa lebih mahal dibanding saat pemulung menjual botol dan tutupnya tak terpisah. "Kami butuh waktu sampai dua tahun membuat pemulung tahu membedakan jenis-jenis sampah plastik," ujar Baharudin.
PPRF kini memiliki sebuah tempat penampungan dan pabrik pengolahan sampah plastik. Pabrik ini berfungsi menggiling sampah-sampah plastik yang telah dipisahkan ke dalam berbagai jenis, menjadi serpihan kecil atau plastic chips. "Kalau dijual dalam bentuk plastic chips ini, harganya lebih mahal lagi, " kata Baharudin.
PPRF menurut Baharudin sempat dibantu lembaga donor yang datang ke Lhokseumawe pascatsunami. Dari lembaga donor inilah, PPRF mendapatkan konsultasi bisnis dan dihubungkan dengan salah satu perusahaan pengolah sampah plastik terbesar di dunia yang berbasis di Hong Kong, Fukutomi.
Perwakilan Fukutomi telah datang ke Lhokseumawe dan tertarik dengan apa yang kami lakukan. Mereka meminta kami mengekspor sebesar dua kontainer sampah plastik yang telah digiling tersebut, ujar Baharudin sembari mengatakan, dalam sebulan PPRF bisa menjual 150 ton sampah plastik yang telah diolah ke pabrik pengolahan.
Namun upaya Baharudin dan PPRF mengatasi persoalan sampah plastik ini tak sepenuhnya didukung Pemerintah Kota Lhokseumawe. Mereka malah membebani PPRF agar membantu Pemkot menyediakan tempat sampah untuk berbagai jenis sampah berbeda.
"Padahal kami minta Pemkot agar mau mendidik masyarakat, membuang sampah dengan memilah jenisnya. Ini untuk membantu pemulung memungut sampah-sampah plastik, " ujar Public Outreach PPRF Surya Aslim. Surya mengatakan, upaya PPRF sebenarnya secara langsung telah membantu mengatasi persoalan sampah plastik di Lhokseumawe.
Akses http://m.kompas.com dimana saja melalui ponsel, Blackberry atau iPhone Anda.